Makalah tentang Wayang



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di zaman yang modern ini, banyak sekali budaya bangsa seperti wayang yang kurang diperhatikan dan justru ditinggalkan. Hal ini menyebabkan kreasi budaya bangsa menurun akibat kurangnya generasi muda meminati budayanya sendiri. Akibatnya, bangsa lain yang tertarik dan bahkan mempelajari budaya wayang. Padahal, kebudayaan merupakan suatu ciri khas dari suatu bangsa ataupun negara. Ciri inilah yang menjadi pembeda antarbangsa atau antarnegara. Perbedaan ini bukan menjadi permasalahan melainkan untuk menambah pengetahuan.
[1]Kebudayaan terdiri dari pola-pola, yang tersurat dan tersirat, dari dan untuk kelakuan yang diperoleh dan diteruskan dengan simbol simbol, yang terdiri unsur unsur prestasi kelompok kelompok manusia yang penting, termasuk perwujudan berupa benda benda; inti pokok kebudayaan terdiri dari ide ide dan terutama nilai nilai tradisional di dalamnya (yaitu yang diperoleh dan diseleksi secara historis); sistem sistem kebudayaan dapat, disatu pihak dianggap sebagai produk tingkah laku, dan dilain pihak sebagai unsur unsur yang membentuk tingkah laku.
Indonesia memiliki berbagai jenis dan corak kebudayaan yang sangat beragam. Dari sekian banyak suku yang terdapat di Indonesia, suku Jawa yang terkenal. Salah satu kesenian dari suku Jawa adalah wayang.[2] wayang berasal dari kata “bayang bayang” (bayangan), adapula yang memahaminya sebagai singkatan dari “Wayahe sembahYang”. Pemahaman yang kedua itu merupakan bahasa Jawa yang berarti “waktunya beribadah” pemahaman ini muncul karena “boneka” wayang dan pertunjukannya merupakan karya para sunan yang termasuk dalan sunan Wali Sanga (Wali Sembilan). Para sunan menggunakan wayang sebagai sarana dakwah Agama Islam di tanah Jawa pada Zamannya. Dakwah tersebut tidak lepas dari peran besar para raja di Jawa yang berkuasa pada waktu itu.

B. Tujuan
            Sesuai dengan permasalahan diatas tujuan yang dapat dicapai dalam makalah ini sebagai berikut :
1.)    Memenuhi tugas ujian akhir semester mata kuliah Bahasa Indonesia
2.)    Mendiskripsikan profil wayang
3.)    Mengetahui fungsi wayang
4.)    Mendiskripsikan faktor penyebab berkurangnya minat masyarakat terhadab budaya wayang
5.)    Mengetahui upaya-upaya untuk melestarikan wayang
C. Manfaat
            Manfaat pembuatan makalah ini yaitu :
1.      Mengenal dan mengapresiasi salah satu budaya tradisional yaitu wayang
2.      Meningkatkan rasa cinta terhadap budaya yang dimiliki bangsa sendiri


BAB II
PEMBAHASAN
Saat ini keinginan masyarakat untuk memelajari kebudayaan Indonesia khususnya wayang semakin berkurang. Perhatian masyarakat kini berpusat pada perkembangan teknologi, karena masyarakat menganggap bahwa memelajari wayang itu kuno dan membosankan. Alasannya bermacam-macam salah satunya waktu pertunjukkan yang cukup lama, menurut kami kurangnya rasa cinta terhadap budaya wayang adalah faktor utama dari ketidakinginan untuk memelajari hal tersebut.
Padahal sebenarnya terdapat banyak manfaat yang dapat diambil dari memelajari wayang. Penetapan wayang sebagai Karya Agung Budaya Dunia (Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh UNESCO pada tanggal 21 April 2004, seharusnya menjadi dorongan bagi masyarakat Indonesia, yang notabene menjadi pencetus kebudayaan wayang, untuk melestarikan dan mengembangkan khasanah budaya satu ini. Jika masyarakat berkeinginan untuk memelajari, maka kita akan dihadapkan pada banyak hal, salah satunya jenis wayang. Jenis wayang yang ada di Indonesia cukup banyak. Wayang yang dibedakan berdasarkan bahan baku pembuatanya meliputi :
1.      Wayang Kulit (terbuat dari kulit binatang)
2.      Wayang Golek (terbuat dai kayu)
3.      Wayang Klithik (dibuat dari kombinasi kulit hewan dan kayu)
4.      Wayang Beber (terbuat dri bahan kain yang dilukis)
5.      Wayang Suket (terbuat dari rumput)
6.      Wayang Wong (diperagakan oleh manusia)
7.      Wayang Gethuk (terbuat dari gethuk, yakni makanan dari bahan ketela yang dihaluskan.
Sementara jenis wayang berdasarkan cerita yang digunakan, yakni :
1.    Wayang Purwa, yakni wayang yang mengambil cerita dari kitab Mahabharata dan Ramayana sampai cerita pada jaman Prabu Parikesit
2.    Wayang Madya, yakni wayang yang menggunakan cerita mulai jaman Prabu Yudayana sampai jaman Majapahit
3.    Wayang Gedhog, yaitu wayang yang menggunakan cerita mulai dari jaman Majapahit sampai seterusnya (jaman Jenggala, Singosari, Kediri, dan Daha)
4.    Wayang Kancil, yang bercerita tentang dunia hewa (fabel)
5.    Wayang Golek, yaitu wayang yang berisi kisah yang ada dalam Serat Menak (untuk wayang golek gaya Yogyakarta), sedangkan wayang golek Sunda atau Jawa Barat dapat juga menggunakan cerita Ramayan dan Mahabharata.
6.    Wayang Wahyu, yaitu wayang yang menyajikan cerita yang ada didalam al-kitab (ktab suci agama Kristen atau Khatolik)
7.    Wayang Sadat (sarana dakwah dan tabligh), yang menggunakan cerita para wali, atau cerita yang berhubungan dengan dakwah agama islam
8.    Wayang Potehi, yaitu wayang yang berisi cerita yang berhubugan dengan kehidupan masyarakat Tionghoa.
Seiring dengan perkembangan jaman, wayang kulitlah yang paling populer di kalangan masyarakat. Di masing-masing daerah, wayang kulit memiliki ciri-ciri khusus (karakteristik) yang disebut gaya/gagrag . Misalnya gaya Yogyakarta, gaya Surakarta (Solo), gaya Banyumas (mBanyumasan), gaya Kedu, gaya Surabaya, gaya Bali, gaya Madura, dan sebagainya.
Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang, niyaga (penabuh gamelan), sindhen (penyanyi Gending Jawa), dan pembantu dalang yang menyiapkan tokoh-tokoh yang akan dikeluarkan oleh dalang. Dalang diibaratkan sebagai sopir, karena menentukan kemana arah atau alur cerita yang dibawakan. Untuk dapat membuat menghidupkan cerita, maka seorang dalang membutuhkan beberapa kriteria diantaranya:
1.      Penjiwaan yang total
Seorang dalang yang kompten arus memiliki penjiwaan yang total. Bagi dalang, wayang harusnya menjadi suatu sarana penyaluran bakat seni yang kental dalam rangka mewujudkan cita pengabdiannya terhadap sesama, bukan hanya sebagai ajang mencari nafkah.
2.      Cita dan pandangan hidup
Setiap ungkapan yang terucap oleh dalang bukan merupakan suatu percakapan pakem atau hafalan, melainkan suatu hal yang sangat spontan. Hal ini menuntun kita untuk lebih arif dalam menghadapi kehidupan, terutama tentang hakikat sebagai mahkluk Tuhan YME, dimana kita diajak untuk ikut yakin terhadap hukum kepastian, yaitu takdir.
3.      Bakat, kreativitas, dan kesungguhan usaha
Seorang dalang merupakan tokoh panutan, teladan. Bakat, kreativitas dan kesungguhan usaha itu tertanam dan terpupuk dalam jiwa melalui proses panjang kehidupan
4.      Sanggit
Sanggit adalah kemampuan dan kemahiran dalang dalam penyajian serta pengaturan dialog dan skenario untuk membentuk dan mengarahkan opini penonton tehadap jalannya cerita, sejalan dengan norma dan etika yang dianut oleh sang dalang.
5.      Kemampuan bahasa dan pengetahuan umum
Salah satu keunggulan yang harus dimiliki oleh seorang dalang adalah kemampuan dalam menggunakan bahasa dan pengetahuan umum. Menurut buku acuan pedalangan “Sastramiruda” seorang dalang harus memiliki keterampilan sebagai berikut:
a.       Antawacana, keterampilan dalang dala menirukan berbagai macam suara tokoh-tokoh wayang yang ditampilkan
b.      Renggep, kemampuan untuk membuat suasana pagelaran wayang menjadi menarik dan tidak membosankan
c.       Enges, kemampuan untuk membangkitkan emosi penonton
d.      Sabetan, teknik menggerakan wayang dengan cepat dan indah, seolah-olah wayang itu menjelma menjadi manusia
e.       Banyol, kemampuan untuk memancing tawa penonton
f.       Kawaridya, kemampuan untuk menghantarkan cerita dengan baik
g.      Parama kawi, kemampuan dalam mempergunakan bahasa Jawa Kuno atau bahasa Kawi dengan baik
h.      Amardi Basa, kemampuan dalam mempergunakna bahasa keraton.
Cerita wayang kulit bersumber dari kitab Mahabharata karya Empu Wyasan dan kitab Ramayana karya Empu Walmiki. Di Indonesia, cerita Mahabharata tidak utuh disajikan seperti cerita aslinya. Cerita berkembang dan digunakan oleh dalang dalam setiap pertunjukkan mengalami perubahan, disesuaikan dengan kondisi adat istiadat dan budaya masyarakat. Perubahan cerita wayang disebut sanggit, kata sanggit berarti mengubah, mengelola, atau meramu cerita. Perubahan ini bisa berupa penambahan atau pengurangan tokoh ataupun alur ceritanya.
Bagian cerita Mahabharata yang paling terkenal adalah kisah perebutan negara Ngastina atau Astinapura, yang dipimpin oleh Prabu Barata. Perebutan dilakukan antara keluarga Pandawa dan Kurawa. Keluarga Pandawa dikisahkan sebagai sekumpulan tokoh berwatak baik (protagonis). Sebaliknya, Kurawa sebagai kumpulan tokoh berwatak jahat (antagonis). Ada adegan yang cukup menarik perhatian yaitu gara-gara. Gara-gara dimulai tengah malam yang ditandai dengan keluarnya Punakawan. Punakawan adalah karakter  yang khas dalam wayang yang melambangkan orang pada umumnya. Karakternya mengindikasikan bermacam-macam peran, seperti penasihat, ksatria, penghibur, dan kritisi sosial. Dalam wayang Jawa punakawan terdiri dari Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Sementara dalam wayang Bali terdiri atas Malen dan Merdah (abdi dari Pandawa) dan Delem dan Sangut (abdi dari Kurawa).
Wayang memiliki berbagai fungsi yaitu :
1.      Wayang sebagai rujukan nilai
Nilai-nilai universal yang terkandung dala wayang seperti kejujuran, keadilan, empati, tanggung jawab, saling menghargai dan lain-lain dalam membangun karakter masyarakat Indonesia.
2.      Wayang sebagai alat pengajaran
Cerita-cerita wayang dapat mengajarkan manusia untuk mencapai hidup yang selaras, harmonis dan bahagia. Dalam wayang ditampilkan contoh-contoh perilaku baik dan jahat, namun pada akhirnya perilaku jahat akan kalah oleh kebaikan.
3.      Wayang sebagai penyampai informasi
Cerita wayang dapat menyampaikan informasi apa saja, baik ajaran moral maupun kebijakan pemerintah.
4.      Wayang sebagai pengajar nilai-nilai universal
Cerita wayang mengajarkan nilai-nilai positif yang sudah mulai luntur di tengah kehidupan masyarakat sekarang.
5.      Wayang sebagai fasilitator pemecahan masalah
6.      Wayang sebagai sarana dakwah
Cerita wayang disampaikan oleh Sunan Kalijaga dalam rangka menyebarkan agama Islam di tanah Jawa
7.      Wayang sebagai media komunikasi
Cerita wayang dapat dijadikan sebagai alat untuk menyampaikan kehendak masyarakat kepada pemerintah, menyampaikan keluh kesah kepada pemerintah dengan kritik, dan sebagai penyampaian pesan-pesan pembangunan
8.      Pedoman pemimpin negara
Dalam konteks mempersiapkan calon-calon pemimpin, bangsa Indonesia sejatinya telah memiliki pedoman yang berasal dari pewayanganan, yaitu hastha, bratha. Hastha bratha merupakan wejangan dari Prabu Rama titisan Bathara Wisnu ketika dilantik menjadi raja Alengka, kepada Gunawan Wibisana, adik Rahwana dan Kumbakarna. Hastha berarti delapan, sedangkan bratha berarti laku, watak, atau sifat utama yang diambil dari sifat alam. Jadi hastha bratha dapat diartikan sebagai delapan laku, watak, sifat utama yang harus dipegang teguh dan dilaksanakan oleh seorang pemimpin. 
Salah satu penyebab wayang masih bertahan sampai sekarang ini adalah pagelaran wayang pada upacara-upacara tertentu. Contohnya yaitu  peringatan ulang tahun suatu daerah, khitanan, pernikahan, dan lain lain. Namun, kenyataannya peminat wayang didominasi oleh orang tua. Faktor yang menyebabkan kurangnya peminat wayang yaitu :
1.      Banyaknya hiburan lain yang lebih menarik.
2.      Sebagian orang kurang mengerti alur cerita karena bahasa yang digunakan pada setiap pagelaran wayang adalah bahasa daerah setempat. Sementara dewasa ini kalangan muda banyak yang sudah tidak mengenal bahasa daerah. Pada umumnya mereka menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari.
3.      Waktu
Pagelaran wayang biasanya diadakan semalam suntuk selama berjam-jam tanpa henti, sehingga membuat penonton kelelahan. Kelelahan dapat menyebabkan perhatian penonton berkurang, sehingga tidak seluruh pesan yang disampaikan dalang menimbulkan perubahan dalam diri penonton.
4.      Pakem yang baku
Pakem atau aturan yang berlaku pada pagelaran wayang meliputi urut-urutan gendhing-gendhing yang dipakai, tokoh-tokoh wayang yang digunakan, adegan termasuk dialog, lakon atau cerita yang dimainkan (Kanti Walujo, 2000:76). Pakem dianggap sebagai sesuatu yang baku, sakral, dan tidak boleh dilanggar, tapi wayang yang dipentaskan sesuai pakem justru tidak disukai penonton karena terkesan monoton. Oleh karena itu, beberapa dalang sengaja melanggar pakem untuk menarik minat masyarakat menonton wayang.
5.      Jangkauan penonton
Jumlah penonton yang dapat dijangkau untuk satu kali pertunjukan secara langsung tidak sebanyak yang dapat direngkuh media massa. Bahkan akhir-akhir ini jumlah penonton wayang melalui pagelaran langsung semakin berkurang.
Pandangan orang luar negeri justru berbanding terbalik. Mereka menganggap pertunjukkan wayang menarik dan unik. Contohnya, pagelaran wayang di Australia dalam rangka memeriahkan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Repulik Indonesia ke 70 tahun 2015 lalu. Antusiasme penonton cukup tinggi dibuktikan dengan penuhnya Pusat Budaya Australian National University (ANU), yang berkapasitas 300 orang. Padahal suhu saat itu mencapai dibawah 6 derajat celcius. Wayang juga menginspirasi seniman dunia untuk mengembangkan kreasinya. Larry Reed, seniman dari San Fransisco, Amerika Serikat. Beliau menciptakan karya baru setelah melihat pertunjukan bayang-bayang wayang Bali. Karya tersebut berupa pertunjukan bayang-bayang berskala layar bioskop. Selain itu, ia juga mengembangkan Wayang Kulit Cirebon, Wayang Kulit Betawi, Wayang Kulit Banjar, Wayang Kulit Sasak, dan Wayang Kulit Bali. Sementara untuk Wayang Kulit Sunda, dan Wayang Kulit Jawa, ia kembangkan di Universitas California Santa Cruz, dimana notabene kedua wayang tersebut sulit ditemukan di Tanah Air.
Profesi sebagai dalang juga dianggap tidak begitu umum diminati oleh banyak orang. Pertama karena menjadi dalang sangatlah sulit, seseorang harus menguasai banyak cerita, bisa berbicara dengan beragam nada, hingga hal-hal lain yang rumit. Meski sangat sepi peminatnya di Indonesia, beberapa orang asing justru giat mempelajarinya. Contohnya adalah Gaura Mancacaritadipura asli Australia yang memutuskan untuk menekuni segala seluk beluk wayang dan memilih aliran wayang Surakarta. Pada acara tertentu Gaura kerap diundang untuk tampil di luar negeri. Gaura menggunakan Bahasa Inggris agar semua orang yang menonton paham dan mengerti akan jalanya cerita wayang yang disampaikan. Selanjutnya pada tahun 2004, Gaura memutuskan untuk menjadi WNI (Warga Negara Indonesia) karena ingin mendedikasikan hidupnya untuk wayang.







BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Keberagaman budaya di Indonesia sangatlah banyak. Salah satu yang telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 21 April 2004 adalah wayang. Wayang memiliki berbagai jenis yang dibedakan berdasarkan bahan baku pembuatanya yaitu Wayang Kulit, Wayang Golek, Wayang Klithik, Wayang Beber, Wayang Suket, Wayang Wong, dan Wayang Gethuk. Selain itu wayang juga dapat dibedakan bersarakan cerita yang digunakan, yaitu Wayang Purwa, Wayang Madya, Wayang Gedhog, Wayang Kancil, Wayang Golek, wayang Wahyu, Wayang Sadat, dan Wayang Potehi. Dalam pagelaran wayang diperlukan dalang, niyaga, sindhen, dan pembantu dalang. Cerita wayang bersumber dari kitab Mahabharata dan Ramayana meskipun telah mengalami perubahan akibat penyesuaian budaya yang ada. Wayang juga memiliki berbagai fungsi, anatara lain yaitu sebagai rujukan nilai, alat pengajaran, penyampaian informasi, pengajar nilai-nilai universal, fasilitator pemecahan masalah, sarana dakwah, media komunikasi, dan pedoman pemimpin bangsa. Berkurangnya minat masyarakat untuk menonton pagelaran dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu banyaknya hiburan lain yang lebih menarik, adanya sebgaian orang yang tidak mengerti Bahasa Jawa sehingga tidak menangkap alur ceritanya, waktu pagelaran wayang yang hingga larut malam, adanya peraturan yang pakem atau baku dlam sebuah pagelaran wayang, dan jangkauan penonton yang semakin berkurang. Berkebalikan dengan kondisi di luar negeri yang sangat antusias dengan pagelaran wayang dan bahkan ada yang memutuskan untuk berprofesi sebagai dalang.

B. SARAN
          Melihat dari minat masyarakat terhadap wayang yang kurang antusias perlu adanya langkah-langkah untuk menyelamatkan wayang kulit dari kepunahan, antara lain :
1.      Wayang kulit diperkenalkan pada generasi muda
Dengan diperkenalkanya wayang kulit sejak dini, minimal seserorang akan lebih mengenal dan mencintai wayang dan diharapkan akan berusaha melestarikan wayang bagi generasi yang akan datang.

2.      Didirikan sanggar wayang
Para generasi muda diharapkan mempelajari dan melestarikan wayang kulit dengan memanfaatkan fasilitas sanggar. Dengan adanya media seni sanggar wayang, generasi muda mempunyai tempat untuk berkreasi dan mengembangkan bakat yang dimilikinya.
3.      Adanya pagelaran wayang secara teratur dan berkala
Pagelaran wayang hanya diselenggarakan saat acara-acara besar saja. Hal ini menyebabkan wayang tidak begitu dikenal di kalangan masyarakat. Dengan adanya jadwal pagelaran wayang secara teratur diharapkan lebih diminati oleh masyarakat. Misalnya pagelaran wayang saat siang hari, para generasi muda dapat menyaksikan pagelaran wayang tanpa takut kemalaman.
4.      Pengemasan wayang yang dibuat lebih modern
Dengan menampilkan wayang secara lebih modern diharapkan dapat menghambat kepunahan wyaang. Misalnya menambahkan kesenian lain yang menjadi selingan atau bisa juga menggabungkan anatar wayang kulit dengan wyaang wong. Namun tetap tidak mengubah pakem dari cerita wayang sendiri.


DAFTAR PUSTAKA
Gunarjo, Nursodik.2011.Wayang Sebagai Media Komunikasi Tradisional dalam Diseminasi Informasi.Jakarta:Direktorat Pengolahan dan Penyediaan Informasi dan Komunikasi Publik Kementrian Komunikasi dan Informasi.
Guritno, Pandam.1928.Wayang, Kebudayaan Indonesia dan Pancasila.Jakarta:UI Press.
Ilmiyah, Surotul.2012.Seni Pertunjukan Wayang: Mengenal Sejarah, Tokoh dan Unsur   ...........Pertunjukan Wayang.Tangerang:Media Santri Publishing
Sugito, Bambang.1984.Dakwah Islam Melalui Media Wayang.Solo:Aneka.
Susimadya, Sumanto.2014.Mari Mengenal Wayang Jilid 1 : Tokoh Wayang Mahabharata. Yogyakarta:Adi Wacana.
Kusbiyanto, Mari.2015.Upaya Mencegah Hilangnya Wayang Kulit sebagai Ekspresi Budaya Warisn Budaya Bangsa:Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-45, jhp.ui.ac.id, diakses 5 Desember 2016



[1] Pandam Guritno.1928.Wayang, Kebudayaan Indonesia dan Pancasila.Jakarta:UI Press.Hlm.2
[2] Sumanto Susimadya.2014.Mari Mengenal Wayang Jilid 1 : Tokoh Wayang Mahabharata.Yogyakarta:Adi Wacana.Hlm 3

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Istilah-istilah di PKN STAN

Perbandingan Telaahan Staf